Minggu, 16 Februari 2025 | Kategori : Kebaktian Minggu
Dibaca : 53
Jika kita menjumpai kata “berbahagia” adalah situasi Dimana seseorang di dalam keadaan yang serba berkecukupan dan tidak kekurangan sandang, pangan dan papan. Artinya hidupnya sudah mapan secara ekonomi. Tetapi jika kita perhatikan Lukas 6 : 20 disabdakan “ Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah”. Mengapa orang miskin dihadapan Allah disebut berbahagia ? Kata ‘bahagia’ di sini bukanlah bahagia menurut ukuran dunia. Juga bukan suatu ‘perasaan bahagia’ yang terasa dalam hati kita. ‘Bahagia’ (diberkatilah’) di sini adalah dalam pandangan Tuhan. Jadi Tuhan menganggap orang seperti itu berbahagia / diberkati. Orang miskin disebut berbahagia, karena:
1. Karena Injil dikatakan diberitakan kepada orang miskin.
Luk 4:18 - “‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku”.
Mat 11:5 - “orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.”.
Yes 61:1 - “Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara,”.
Memang jelas bahwa Injil juga diberitakan kepada orang kaya, tetapi orang kaya seringkali begitu terobsesi dengan uang sehingga tidak mempedulikan kerohanian, dan karenanya tidak mau mendengar Injil.
2. Orang miskin lebih mudah untuk diselamatkan.
Mat 19:23 - “Yesus berkata kepada murid-muridNya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”.
Luk 18:24 - “Lalu Yesus memandang dia dan berkata: ‘Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.”.
3. Orang miskin lebih mudah untuk bersandar kepada Allah karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk disandari. Sebaliknya kekayaan menyebabkan orang kaya menganggap dirinya tidak membutuhkan apapun, dan ini menyebabkan ia bersandar pada kekayaan, bukan kepada Allah. Bdk. Luk 12:16-21 (perumpamaan orang kaya yang bodoh).
Bukan semua orang miskin dianggap berbahagia. Kalau mereka menanggapi kemiskinan itu dengan cara yang salah, tentu saja mereka tidak termasuk orang yang berbahagia. Tuhan bukannya benci kepada semua orang kaya, dan jelas bahwa yang dimaksud dengan orang kaya di sini adalah orang kaya yang sesuai dengan ay 24b - ‘dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu’. Jadi ia percaya (trust) pada kekayaannya dan ia mencari kepuasan / penghiburan melalui kekayaan. Tidak bisa tidak ini menyebabkan:
Ia tidak mencari penghiburan dari Tuhan / Firman Tuhan dan ia cinta uang dan dikuasai oleh milik duniawinya sehingga melupakan hidup yang akan datang.
Jadi tanggapan kita terhadap kemiskinan ataupun kekayaan akan sangat menentukan kebahagiaan kita di hadapan Tuhan. (Pdt.NEA)
Ia Datang Karena CInta | Yesaya 40:1-11; Mazmur 85:2-3,9-14; 2 Petrus 3:8-15; Markus 1:1-8
10 Desember 2023
Memurnikan Hati Menyambut Pengharapan | Yesaya 61:1-4, 8-11; Mazmur 126; 1 Tesalonika 5:16-24; Yohanes 1:6-8, 19-28
17 Desember 2023
Menanti dalam Ketaatan | 2 Samuel 7:1-11, 16; Lukas 1:46-55; Roma 16:25-27; Lukas 1:26-38
24 Desember 2023